Wisata Bagel Sebelum Pandemi di St -Viateur Bagel Montreal

Tumpukan aneka bagel di st-viateur bagel montreal
Wisata tanpa kuliner tuh bagai masak tanpa garam, rasanya ada yang kurang. Walau lokasi toko bagel st-viateur ini cukup jauh dari rumah tetap aja kita jabanin. Antrian yang ramai, tempat yang sempit dipenuhi aroma roti dari panggangan. Itulah gambaran keadaan di sana.

Untungnya sebelum covid-19 menyerang montreal, kita udah ngajak mama berwisata ke sini. Mama begitu berkesan saat melihat tumpukan roti bagel dan cara mereka memanggang. Memang terlihat seperti pertunjukan dimana adonan yang begitu besar diuleni dengan tangan, dibulatkan secara manual nan cepat kemudian dipanggang menggunakan spatula yang begitu panjang dan terakhir dimasukan ke dalam tungku api yang besar. Sayangnya aku lupa mengabadikannya ke video, mungkin next time ya.

Papan putih tertulis pilihan aneka bagel yang tersedia
Para pelayan toko juga ramah untuk berfoto, namanya juga tempat wisata sih. Saat memesan kita harus memilih dengan cepat karena antriannya panjang, paling cepat pesan bagel langsung 1 sac (isi 12) yang isi campur (kaya mesan nasi rames aja haha). Kadang suka lupa tuh bayar di sini harus cash makanya disediain mesin atm. Aku gak tau pasti sih kenapa harus cash, kemungkinan kalo cash gak perlu bayar pajak kali ya.

All dressed merupakan pilihan bagel favorit kita. Bau bawang putih yang terpanggang dengan taburan biji wijen yang melimpah, rasanya PETCAH! Seriusan, pengen bawa ke Indonesia huaaaa.... Aku paling gak sabaran buat sarapan kalo ada bagel di rumah. Dihidangkan bersama telur mata sapi, cream cheese, keju cheedar dan bawang bombay panggang dengan sentuhan akhir mayonaise dan saos sambal. Itulah menu sarapan yang paling aku nantikan. Yummy...

Bagel flexseed
Jadi kepikiran deh, kalo ternyata roti di Indonesia tuh mesti teksturnya lembut dan manis. Apa karena roti tuh di Indo masih dianggap cemilan buat pelengkap ngeteh sore. Beda kalo di luar negeri dimana roti dijadiin menu sarapan bahkan sampai menu makan siang, sehingga teksturnya dibuat lebih padat plus rasanya tawar. Budaya juga ngaruh sih, yang jelas toko roti membuat jenis roti sesuai minat pasar. Kalo ada bagel di Indo mesti teksturnya udah menyesuaikan tapi tergantung bidikan juga sih mau konsumen lokal atau internasional.

Sekian tulisan ini aku buat untuk mengenang masa indah berwisata ke st-viateur bagel. Miss you, bagel! Semoga kita bisa bertemu lagi setelah pandemi ini berakhir.

Tidak ada komentar